Hindun binti ‘Utbah bin Rabi’ah bin Abdusy Syams Al-‘Abasyamiyyah Al-Quraisyiyyah adalah salah seorang wanita Arab yang sangat terkenal baik sebelum periode Islam maupun setelahnya. Dia adalah ibunda Khalifah Bani Umayah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu ‘Anhuma.
Hindun binti ‘Utbah adalah seorang wanita yang memiliki sekian banyak sifat yang hanya dimiliki oleh wanita-wanita tertentu saja. Dia sangat fasih dalam berbahasa, pemberani, memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, kekuatan tekad, dan pandangan yang tajam. Selain itu, ia dikenal sebagai seorang penyair yang cerdas dan memiliki kepribadian yang kuat.
Adz-Dzahabi berkata, “Hindun termasuk wanita Quraisy yang paling cantik dan cerdas.”
Hindun pernah membangun mahligai rumah tangga dua kali. Suami pertamanya bernama Al-Fakih bin Al-Mughirah Al-Makhzumi, seorang pemuda Quraisy yang tersohor. Hanya saja, ia memiliki perangai yang tidak baik, sehingga mendorong Hindun untuk bercerai dengannya. Dari pernikahan ini, Hindun mendapat seorang putra yang bernama Aban.
Setelah itu, Hindun menikah dengan Abu Sufyan bin Harb dan dikaruniai dua putra, Mu’awiyah dan Hanzhalah. Pada masa inilah, cahaya Islam memancar di seluruh pelosok tanah Jazirah Arab. Tapi, Hindun dan suaminya tidak mau menerima cahaya itu dan menolak masuk Islam. Bahkan, bersama suaminya, ia membuat rencana-rencana jahat untuk menghancurkan Islam dari akarnya. Permusuhan ini terus berlanjut dan mencapai puncaknya setelah Perang Badar.
Dalam peristiwa Perang Badar, orang-orang musyrik Quraisy keluar dari Makkah, tidak terkecuali tokoh-tokoh besar mereka, dengan dua tujuan: Pertama, menyelamatkan kafilah dagang mereka yang sedang diburu oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Kedua, menghabisi kaum muslimin.
Hindun memberi perhatian penuh terhadap peristiwa ini, karena orang-orang yang paling dikasihinya ikut terjun ke
Genderang perang ditabuh dan pertempuran yang sangat sengit berkecamuk. Namun, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memberi pertolongan kepada kaum muslimin, yaitu dengan menurunkan para malaikat yang ikut bertempur untuk membantu mereka. Pasukan Quraisy kalah telak. Sekitar 70 orang Quraisy tewas dan 70 orang lainnya menjadi tawanan kaum muslimin.
Dalam perang ini, ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah tewas, sehingga dalam waktu yang sama, Hindun kehilangan ayah, paman, dan saudara kandungnya. Pamannya dibunuh oleh Hamzah, paman Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, sedangkan ayahnya dibunuh oleh Hamzah dibantu oleh ‘Ali bin Abu Thalib.
Hati orang-orang musyrik Quraisy tidak tenang sejak mengalami guncangan jiwa yang sangat hebat karena kekalahannya di Perang Badar, termasuk Hindun. Sepanjang siang dan malam mereka selalu memikirkan cara untuk membalas dendam.
Ketika perang mulai berkecamuk, wanita-wanita Quraisy menunjukkan perannya. Dipimpin oleh Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan, mereka menyelinap di antara barisan tentara sambil menabuh rebana dan bersyair untuk membangkitkan semangat dan mengobarkan api perang.
Sementara, para sahabat Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam memulai perang ini dengan iringan zikir kepada Allah dan berdoa agar diberi kemenangan atau mati syahid di jalan-Nya.
Dalam pertempuran, Abu Dujanah terus maju dan siapa pun yang menghalanginya pasti roboh dan mati. Namun dia tidak mau membunuh wanita dengan pedang Rasulullah.
Abu Dujanah menuturkan, “Aku melihat seorang manusia yang mengobarkan semangat pasukan Quraisy dengan hebat sekali, sehingga aku langsung mengejarnya. Tetapi, ketika pedangku telah kuayunkan di atas kepalanya, tiba-tiba aku sadar bila dia adalah seorang wanita. Maka aku langsung mengalihkan arahnya. Aku tidak sudi menodai pedang Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dengan membunuh wanita.”
Wanita itu ternyata adalah Hindun binti ‘Utbah. Zubair bin Al-‘Awwam menyatakan, “Aku melihat Abu Dujanah telah mengayunkan pedangnya tepat di atas ubun-ubun Hindun binti ‘Utbah, tetapi kemudian dia mengalihkan arahnya. Aku hanya bisa berkata, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui’.”
Singa Allah (julukan Hamzah Radhiyallaahu ‘Anhu) juga mengamuk di arena pertempuran. Ia terus menerobos barisan pasukan musyrik dan melumat mereka dengan pedangnya. Namun, di sudut lain, ada seseorang yang terus mengintai dan mencari kesempatan untuk membunuhnya, yaitu Wahsyi. Panah Wahsyi mengenai perut Hamzah hingga tembus ke belakang.
Bersamaan dengan itu pasukan muslim semakin melemah. Orang-orang Quraisy sangat senang. Mereka merasa telah melampiaskan dendam atas kekalahannya di Perang Badar. Terlebih Hindun, ia senang luar biasa. Ia bersama wanita-wanita Quraisy merusak tubuh-tubuh pasukan muslim yang telah gugur dengan cara yang sangat biadab. Sehingga suaminya sendiri, Abu Sufyan, tidak mau bertanggung jawab atas kejadian itu.
Pasukan musyrik Quraisy meninggalkan Uhud dengan perasaan sangat gembira.
Hindun Memeluk Islam dalam Peristiwa Penaklukan Kota Makkah
Saat peristiwa Penaklukan kota Makkah, Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam sebagai pemenang. Ketika beliau melewati Abu Sufyan, Abbas berkata kepada Abu Sufyan, ”Cepat masuk kota, dan selamatkan kaummu (Quraisy).”
Abu Sufyan segera berlari menuju Makkah. Setibanya di sana, ia langsung berteriak sekuat tenaga, ”Wahai segenap kaum Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah tiba di sini. Ia membawa pasukan yang tidak mungkin kalian lawan, maka menyerahlah. Dan, siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, berarti dia selamat.”
Mendengar teriakan suaminya, Hindun segera mendekat dan memegang kumisnya, seraya berkata, ”Bunuh saja orang yang sama sekali tidak berguna ini. Engkau adalah seorang tokoh yang sungguh memalukan!”
Abu Sufyan membalas, ”Wahai segenap orang Quraisy, jangan termakan oleh ucapan wanita ini. Aku tidak main-main. Muhammad datang dengan pasukan yang tidak mungkin kalian lawan. Siapa yang masuk rumah Abu sufyan, maka dia selamat.”
Orang-orang Quraisy berkata, ”Celakalah engkau! Bagaimana mungkin rumahmu cukup menampung kami semua?”
Abu Sufyan berkata lagi, ”Siapa yang masuk ke dalam rumahnya, maka dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam masjid, maka dia selamat.”
Mendengar keterangan tersebut, orang-orang Quraisy segera berhamburan menuju rumah masing-masing dan masjid.
Di saat-saat seperti itulah, Islam masuk ke dalam hati Abu Sufyan. Ia menemui Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, hancurlah sudah Quraisy. Besok, yang tersisa dari Quraisy tinggal namanya saja.”
Rasulullah berkata, ”Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia selamat. Siapa yang meletakkan senjata, maka dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam rumahnya, maka dia selamat.”
Akhirnya, setelah mengobarkan api permusuhan selama lebih dari 20 tahun, Allah ’Azza wa Jalla membuka hati Hindun untuk menerima Islam. Ia berkata kepada suaminya, Abu Sufyan, ”Aku ingin menjadi pengikut Muhammad.”
Abu Sufyan membalas, ”Kemarin, aku melihat engkau sangat benci mengucapkan kata-kata seperti itu.”
Hindun berkata, ”Demi Allah, aku tidak pernah melihat pemandangan manusia menyembah Allah dengan sebenar-benarnya di dalam masjid, seperti yang kulihat tadi malam. Demi Allah, mereka datang ke sana, lalu menunaikan shalat; berdiri, ruku’, dan sujud.”
Putra mereka yang bernama Mu’awiyah telah memeluk Islam lebih dulu, yakni ketika Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melaksanakan umrah pengganti (qadha’). Tetapi ia belum bergabung dengan Nabi di Madinah karena takut pada ayahnya. Ia menunggu waktu yang paling tepat untuk menunjukkan keislamannya, dan itu terjadi ketika peristiwa pembebasan kota Makkah tersebut.
Ketika Allah Subhaanahu wa ta’ala memberi kemenangan kepada Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam dan kaum muslimin, penduduk kota Makkah menyadari kebenaran yang selama ini mereka ingkari. Mereka mengetahui bahwa tidak ada jalan keselamatan, selain Islam. Karena itu mereka bersedia memeluknya dan berkumpul untuk berbai’at (menyatakan janji setia). Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berdiri di atas bukit Shafa, sedangkan Umar di bawah beliau untuk memastikan sikap orang-orang berbai’at. Mereka berbai’at kepada beliau untuk selalu patuh dan taat dengan segenap kemampuannya.
Setelah membai’at kaum laki-laki, Rasulullah membaiat kaum wanita. Di antara wanita-wanita yang berbai’at, terdapat Hindun binti ’Utbah. Ia datang memakai pakaian yang tertutup. Ia takut dikenali oleh Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam karena tindakannya terhadap Hamzah dimasa lalu.
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berkata, ”Aku meminta kalian berjanji untuk tidak menyekutukan apa pun dengan Allah (syirik).” Umar menyampaikan yang dikatakan Rasulullah kepada kaum wanita dan memastikan jawaban mereka.
Rasulullah melanjutkan, ”Dan tidak boleh mencuri.”
Tiba-tiba Hindun menyela, ”Sesungguhnya Abu Sufyan sangat kikir. Bagaimana jika aku mengambil sebagian hartanya tanpa dia ketahui?”
Abu Sufyan yang berada tidak jauh dari tempat tersebut menimpali, ”Semua yang engkau ambil telah kuhalalkan.”
Mendengar dialog tersebut, Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam tersenyum dan langsung mengenalinya. Beliau berkata, ”Engkau pasti Hindun?”
Hindun menjawab, ” Benar. Maafkanlah segala kesalahanku di masa lalu, wahai Nabi Allah. Semoga Allah mengampunimu.”
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melanjutkan, ”Dan tidak boleh berzina.”
Hindun menyela, ”Apakah wanita merdeka suka berzina?”
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berkata lagi, ”Dan tidak boleh membunuh anak-anak kalian.”
Hindun berkata, ”Kami telah bersusah payah membesarkannya, tapi setelah besar, kalian membunuhnya. Kalian dan mereka lebih mengetahui tentang hal ini.”
Mendengar pernyataan tersebut, Umar tertawa sampai berbaring, sedangkan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam tersenyum.
Rasulullah berkata lagi, ”Dan tidak boleh membuat tuduhan palsu.”
Hindun berkata, ”Demi Allah, tuduhan palsu adalah perbuatan yang sangat jelek. Engkau menyuruh kami untuk melakukan perbuatan baik dan akhlak yang mulia.”
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melanjutkan, ”Dan tidak boleh mendurhakaiku dalam perkara yang baik.”
Hindun berkata, ”Demi Allah, saat kami datang di tempat ini, kami sama sekali tidak menyimpan niat untuk mendurhakaimu.”
Hindun binti ’Utbah Radhiyallaahu ’Anha memiliki kepribadian yang sangat jarang dimiliki wanita lain. Ketika Allah Subhaanahu wa Ta’ala membuka hatinya untuk menerima Islam, ia langsung dapat memupus noda-noda jahiliyahnya dan bisa menampilkan dirinya sebagai sosok sahabat wanita yang sangat istimewa. Demi perjuangan di jalan Allah dan demi menegakkan agama Allah, keterasingan diri dan kehampaan hatinya dapat sirna seutuhnya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala membersihkan jiwanya dari kedengkian, membebaskan hatinya dari kebencian, menyingkap pikirannya dari tabir jahiliyah, dan melepaskan pengetahuannya dari kebatilan. Sehingga, ia tidak lagi mengikuti keyakinan yang menyimpang dan mempraktikannya dalam kehidupan nyata. Sesaat setelah menyatakan masuk Islam, ia langsung mengambil palu dan menghancurkan berhala yang ada di dalam rumahnya sampai hancur berkeping-keping seraya berkata, ”Selama ini kami teperdaya olehmu.”
Tentara muslim yang sebelumnya hampir melarikan diri, kemudian bertempur kembali membangkitkan semangat pasukan yang lain. Mereka benar-benar terbakar oleh kecaman pedas yang diteriakkan oleh kaum wanita, terutama Hindun binti ’Utbah. Dalam suasana seperti itu, Hindun menuju barisan tentara sambil membawa tongkat pemukul tabuh dengan diiringi oleh wanita-wanita Muhajirin. Hindun membaca bait-bait puisi yang pernah dibacanya dalam perang Uhud.
Tiba-tiba, pasukan berkuda yang berada di sayap kanan pasukan muslim berbalik arah, karena terdesak musuh. Melihat pemandangan tersebut, Hindun berteriak, ”Kalian mau lari ke mana? Kalian melarikan diri dari apa? Apakah dari Allah dan surga-Nya? Sungguh, Allah melihat yang kalian lakukan!” Hindun juga melihat suaminya, Abu Sufyan, yang berbalik arah dan melarikan diri. Hindun segera mengejar dan memukul muka kudanya dengan tongkat seraya berteriak, ”Engkau mau ke mana, wahai putra Shakhr? Ayo, kembali lagi ke medan perang! Berjuanglah habis-habisan agar engkau dapat membalas kesalahan masa lalumu, saat engkau menggalang kekuatan untuk menghancurkan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.”
Zubair bin Al-’Awwam yang melihat semua kejadian itu berkata, ”Ucapan Hindun kepada Abu Sufyan itu mengingatkanku kepada peristiwa Perang Uhud, saat kami berjuang di depan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.”
Zubair melanjutkan, ”Saat itu juga, Abu Sufyan membelokkan kudanya dan kembali menuju medan laga. Langkahnya segera diikuti oleh pasukan muslim lainnya. Aku juga melihat kaum wanita bergabung dengan mereka, bahkan bergerak lebih dulu. Aku terkejut ketika ada seorang wanita yang menyerang tentara Romawi yang perawakannya tinggi besar dan menunggang kuda. Wanita itu menarik tubuh tentara tersebut hingga berhasil menjatuhkannya, lalu ia membunuhnya sambil berteriak, ’Inilah bukti yang nyata pertolongan Allah kepada kaum muslimin’.”
Ulasan: Ada sedikit persamaan sifat pribadi saya dengan Hindun secara luarannya. Antaranya seperti:
- fasih dalam berbahasa.
- pemberani
- memiliki kepercayaan diri yang tinggi, kekuatan tekad, dan pandangan yang tajam.
- Memimpin kaum muslimat.
Semua analisis ini melalui pandangan sahabat-sahabat seangkatan yang berada disekeliling. Adalah sangatlah jauh pribadi diri ini dibandingkan dengan Hindun, namun sedikit persamaan diharapkan boleh menjadi motivasi untuk jadi lebih baik masa akan datang.
Ciri-ciri ini juga menjadi satu tekad untuk diimplimentasikan kedalam kehidupan realiti hamba kerdil, srikandimuda yang masih belajar bertatih.salam taaruf, salam juang kepada semua rakan IMMUL..
- M_B-