Hindun binti 'Utbah

Hindun binti ‘Utbah bin Rabi’ah bin Abdusy Syams Al-‘Abasyamiyyah Al-Quraisyiyyah adalah salah seorang wanita Arab yang sangat terkenal baik sebelum periode Islam maupun setelahnya. Dia adalah ibunda Khalifah Bani Umayah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu ‘Anhuma.

Hindun binti ‘Utbah adalah seorang wanita yang memiliki sekian banyak sifat yang hanya dimiliki oleh wanita-wanita tertentu saja. Dia sangat fasih dalam berbahasa, pemberani, memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, kekuatan tekad, dan pandangan yang tajam. Selain itu, ia dikenal sebagai seorang penyair yang cerdas dan memiliki kepribadian yang kuat.

Adz-Dzahabi berkata, “Hindun termasuk wanita Quraisy yang paling cantik dan cerdas.”

Hindun pernah membangun mahligai rumah tangga dua kali. Suami pertamanya bernama Al-Fakih bin Al-Mughirah Al-Makhzumi, seorang pemuda Quraisy yang tersohor. Hanya saja, ia memiliki perangai yang tidak baik, sehingga mendorong Hindun untuk bercerai dengannya. Dari pernikahan ini, Hindun mendapat seorang putra yang bernama Aban.

Setelah itu, Hindun menikah dengan Abu Sufyan bin Harb dan dikaruniai dua putra, Mu’awiyah dan Hanzhalah. Pada masa inilah, cahaya Islam memancar di seluruh pelosok tanah Jazirah Arab. Tapi, Hindun dan suaminya tidak mau menerima cahaya itu dan menolak masuk Islam. Bahkan, bersama suaminya, ia membuat rencana-rencana jahat untuk menghancurkan Islam dari akarnya. Permusuhan ini terus berlanjut dan mencapai puncaknya setelah Perang Badar.

Kematian Keluarga Hindun di Perang Badar

Dalam peristiwa Perang Badar, orang-orang musyrik Quraisy keluar dari Makkah, tidak terkecuali tokoh-tokoh besar mereka, dengan dua tujuan: Pertama, menyelamatkan kafilah dagang mereka yang sedang diburu oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Kedua, menghabisi kaum muslimin.

Hindun memberi perhatian penuh terhadap peristiwa ini, karena orang-orang yang paling dikasihinya ikut terjun ke medan tempur. Ayah, paman, saudara kandung, dan suaminya bergabung dengan pasukan musyrik Quraisy.

Genderang perang ditabuh dan pertempuran yang sangat sengit berkecamuk. Namun, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memberi pertolongan kepada kaum muslimin, yaitu dengan menurunkan para malaikat yang ikut bertempur untuk membantu mereka. Pasukan Quraisy kalah telak. Sekitar 70 orang Quraisy tewas dan 70 orang lainnya menjadi tawanan kaum muslimin.

Dalam perang ini, ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah tewas, sehingga dalam waktu yang sama, Hindun kehilangan ayah, paman, dan saudara kandungnya. Pamannya dibunuh oleh Hamzah, paman Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, sedangkan ayahnya dibunuh oleh Hamzah dibantu oleh ‘Ali bin Abu Thalib.

Hati orang-orang musyrik Quraisy tidak tenang sejak mengalami guncangan jiwa yang sangat hebat karena kekalahannya di Perang Badar, termasuk Hindun. Sepanjang siang dan malam mereka selalu memikirkan cara untuk membalas dendam.

Hindun Pemimpin Pasukan Wanita di Perang Uhud

Ketika perang mulai berkecamuk, wanita-wanita Quraisy menunjukkan perannya. Dipimpin oleh Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan, mereka menyelinap di antara barisan tentara sambil menabuh rebana dan bersyair untuk membangkitkan semangat dan mengobarkan api perang.

Sementara, para sahabat Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam memulai perang ini dengan iringan zikir kepada Allah dan berdoa agar diberi kemenangan atau mati syahid di jalan-Nya.

Dalam pertempuran, Abu Dujanah terus maju dan siapa pun yang menghalanginya pasti roboh dan mati. Namun dia tidak mau membunuh wanita dengan pedang Rasulullah.

Abu Dujanah menuturkan, “Aku melihat seorang manusia yang mengobarkan semangat pasukan Quraisy dengan hebat sekali, sehingga aku langsung mengejarnya. Tetapi, ketika pedangku telah kuayunkan di atas kepalanya, tiba-tiba aku sadar bila dia adalah seorang wanita. Maka aku langsung mengalihkan arahnya. Aku tidak sudi menodai pedang Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dengan membunuh wanita.”

Wanita itu ternyata adalah Hindun binti ‘Utbah. Zubair bin Al-‘Awwam menyatakan, “Aku melihat Abu Dujanah telah mengayunkan pedangnya tepat di atas ubun-ubun Hindun binti ‘Utbah, tetapi kemudian dia mengalihkan arahnya. Aku hanya bisa berkata, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui’.”

Singa Allah (julukan Hamzah Radhiyallaahu ‘Anhu) juga mengamuk di arena pertempuran. Ia terus menerobos barisan pasukan musyrik dan melumat mereka dengan pedangnya. Namun, di sudut lain, ada seseorang yang terus mengintai dan mencari kesempatan untuk membunuhnya, yaitu Wahsyi. Panah Wahsyi mengenai perut Hamzah hingga tembus ke belakang.

Bersamaan dengan itu pasukan muslim semakin melemah. Orang-orang Quraisy sangat senang. Mereka merasa telah melampiaskan dendam atas kekalahannya di Perang Badar. Terlebih Hindun, ia senang luar biasa. Ia bersama wanita-wanita Quraisy merusak tubuh-tubuh pasukan muslim yang telah gugur dengan cara yang sangat biadab. Sehingga suaminya sendiri, Abu Sufyan, tidak mau bertanggung jawab atas kejadian itu.
Pasukan musyrik Quraisy meninggalkan Uhud dengan perasaan sangat gembira.


Hindun Memeluk Islam dalam Peristiwa Penaklukan Kota Makkah

Saat peristiwa Penaklukan kota Makkah, Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam sebagai pemenang. Ketika beliau melewati Abu Sufyan, Abbas berkata kepada Abu Sufyan, ”Cepat masuk kota, dan selamatkan kaummu (Quraisy).”

Abu Sufyan segera berlari menuju Makkah. Setibanya di sana, ia langsung berteriak sekuat tenaga, ”Wahai segenap kaum Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah tiba di sini. Ia membawa pasukan yang tidak mungkin kalian lawan, maka menyerahlah. Dan, siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, berarti dia selamat.”

Mendengar teriakan suaminya, Hindun segera mendekat dan memegang kumisnya, seraya berkata, ”Bunuh saja orang yang sama sekali tidak berguna ini. Engkau adalah seorang tokoh yang sungguh memalukan!”

Abu Sufyan membalas, ”Wahai segenap orang Quraisy, jangan termakan oleh ucapan wanita ini. Aku tidak main-main. Muhammad datang dengan pasukan yang tidak mungkin kalian lawan. Siapa yang masuk rumah Abu sufyan, maka dia selamat.”

Orang-orang Quraisy berkata, ”Celakalah engkau! Bagaimana mungkin rumahmu cukup menampung kami semua?”

Abu Sufyan berkata lagi, ”Siapa yang masuk ke dalam rumahnya, maka dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam masjid, maka dia selamat.”

Mendengar keterangan tersebut, orang-orang Quraisy segera berhamburan menuju rumah masing-masing dan masjid.

Di saat-saat seperti itulah, Islam masuk ke dalam hati Abu Sufyan. Ia menemui Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, hancurlah sudah Quraisy. Besok, yang tersisa dari Quraisy tinggal namanya saja.”

Rasulullah berkata, ”Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia selamat. Siapa yang meletakkan senjata, maka dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam rumahnya, maka dia selamat.”

Akhirnya, setelah mengobarkan api permusuhan selama lebih dari 20 tahun, Allah ’Azza wa Jalla membuka hati Hindun untuk menerima Islam. Ia berkata kepada suaminya, Abu Sufyan, ”Aku ingin menjadi pengikut Muhammad.”

Abu Sufyan membalas, ”Kemarin, aku melihat engkau sangat benci mengucapkan kata-kata seperti itu.”

Hindun berkata, ”Demi Allah, aku tidak pernah melihat pemandangan manusia menyembah Allah dengan sebenar-benarnya di dalam masjid, seperti yang kulihat tadi malam. Demi Allah, mereka datang ke sana, lalu menunaikan shalat; berdiri, ruku’, dan sujud.”

Putra mereka yang bernama Mu’awiyah telah memeluk Islam lebih dulu, yakni ketika Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melaksanakan umrah pengganti (qadha’). Tetapi ia belum bergabung dengan Nabi di Madinah karena takut pada ayahnya. Ia menunggu waktu yang paling tepat untuk menunjukkan keislamannya, dan itu terjadi ketika peristiwa pembebasan kota Makkah tersebut.

Berbai’at Kepada Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam

Ketika Allah Subhaanahu wa ta’ala memberi kemenangan kepada Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam dan kaum muslimin, penduduk kota Makkah menyadari kebenaran yang selama ini mereka ingkari. Mereka mengetahui bahwa tidak ada jalan keselamatan, selain Islam. Karena itu mereka bersedia memeluknya dan berkumpul untuk berbai’at (menyatakan janji setia). Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berdiri di atas bukit Shafa, sedangkan Umar di bawah beliau untuk memastikan sikap orang-orang berbai’at. Mereka berbai’at kepada beliau untuk selalu patuh dan taat dengan segenap kemampuannya.

Setelah membai’at kaum laki-laki, Rasulullah membaiat kaum wanita. Di antara wanita-wanita yang berbai’at, terdapat Hindun binti ’Utbah. Ia datang memakai pakaian yang tertutup. Ia takut dikenali oleh Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam karena tindakannya terhadap Hamzah dimasa lalu.

Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berkata, ”Aku meminta kalian berjanji untuk tidak menyekutukan apa pun dengan Allah (syirik).” Umar menyampaikan yang dikatakan Rasulullah kepada kaum wanita dan memastikan jawaban mereka.

Rasulullah melanjutkan, ”Dan tidak boleh mencuri.”

Tiba-tiba Hindun menyela, ”Sesungguhnya Abu Sufyan sangat kikir. Bagaimana jika aku mengambil sebagian hartanya tanpa dia ketahui?”

Abu Sufyan yang berada tidak jauh dari tempat tersebut menimpali, ”Semua yang engkau ambil telah kuhalalkan.”

Mendengar dialog tersebut, Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam tersenyum dan langsung mengenalinya. Beliau berkata, ”Engkau pasti Hindun?”

Hindun menjawab, ” Benar. Maafkanlah segala kesalahanku di masa lalu, wahai Nabi Allah. Semoga Allah mengampunimu.”

Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melanjutkan, ”Dan tidak boleh berzina.”

Hindun menyela, ”Apakah wanita merdeka suka berzina?”

Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berkata lagi, ”Dan tidak boleh membunuh anak-anak kalian.”

Hindun berkata, ”Kami telah bersusah payah membesarkannya, tapi setelah besar, kalian membunuhnya. Kalian dan mereka lebih mengetahui tentang hal ini.”

Mendengar pernyataan tersebut, Umar tertawa sampai berbaring, sedangkan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam tersenyum.

Rasulullah berkata lagi, ”Dan tidak boleh membuat tuduhan palsu.”

Hindun berkata, ”Demi Allah, tuduhan palsu adalah perbuatan yang sangat jelek. Engkau menyuruh kami untuk melakukan perbuatan baik dan akhlak yang mulia.”

Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melanjutkan, ”Dan tidak boleh mendurhakaiku dalam perkara yang baik.”

Hindun berkata, ”Demi Allah, saat kami datang di tempat ini, kami sama sekali tidak menyimpan niat untuk mendurhakaimu.”

Hindun Meraih Kenikmatan Besar

Hindun binti ’Utbah Radhiyallaahu ’Anha memiliki kepribadian yang sangat jarang dimiliki wanita lain. Ketika Allah Subhaanahu wa Ta’ala membuka hatinya untuk menerima Islam, ia langsung dapat memupus noda-noda jahiliyahnya dan bisa menampilkan dirinya sebagai sosok sahabat wanita yang sangat istimewa. Demi perjuangan di jalan Allah dan demi menegakkan agama Allah, keterasingan diri dan kehampaan hatinya dapat sirna seutuhnya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala membersihkan jiwanya dari kedengkian, membebaskan hatinya dari kebencian, menyingkap pikirannya dari tabir jahiliyah, dan melepaskan pengetahuannya dari kebatilan. Sehingga, ia tidak lagi mengikuti keyakinan yang menyimpang dan mempraktikannya dalam kehidupan nyata. Sesaat setelah menyatakan masuk Islam, ia langsung mengambil palu dan menghancurkan berhala yang ada di dalam rumahnya sampai hancur berkeping-keping seraya berkata, ”Selama ini kami teperdaya olehmu.”

Tentara muslim yang sebelumnya hampir melarikan diri, kemudian bertempur kembali membangkitkan semangat pasukan yang lain. Mereka benar-benar terbakar oleh kecaman pedas yang diteriakkan oleh kaum wanita, terutama Hindun binti ’Utbah. Dalam suasana seperti itu, Hindun menuju barisan tentara sambil membawa tongkat pemukul tabuh dengan diiringi oleh wanita-wanita Muhajirin. Hindun membaca bait-bait puisi yang pernah dibacanya dalam perang Uhud.

Tiba-tiba, pasukan berkuda yang berada di sayap kanan pasukan muslim berbalik arah, karena terdesak musuh. Melihat pemandangan tersebut, Hindun berteriak, ”Kalian mau lari ke mana? Kalian melarikan diri dari apa? Apakah dari Allah dan surga-Nya? Sungguh, Allah melihat yang kalian lakukan!” Hindun juga melihat suaminya, Abu Sufyan, yang berbalik arah dan melarikan diri. Hindun segera mengejar dan memukul muka kudanya dengan tongkat seraya berteriak, ”Engkau mau ke mana, wahai putra Shakhr? Ayo, kembali lagi ke medan perang! Berjuanglah habis-habisan agar engkau dapat membalas kesalahan masa lalumu, saat engkau menggalang kekuatan untuk menghancurkan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.”

Zubair bin Al-’Awwam yang melihat semua kejadian itu berkata, ”Ucapan Hindun kepada Abu Sufyan itu mengingatkanku kepada peristiwa Perang Uhud, saat kami berjuang di depan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.”

Zubair melanjutkan, ”Saat itu juga, Abu Sufyan membelokkan kudanya dan kembali menuju medan laga. Langkahnya segera diikuti oleh pasukan muslim lainnya. Aku juga melihat kaum wanita bergabung dengan mereka, bahkan bergerak lebih dulu. Aku terkejut ketika ada seorang wanita yang menyerang tentara Romawi yang perawakannya tinggi besar dan menunggang kuda. Wanita itu menarik tubuh tentara tersebut hingga berhasil menjatuhkannya, lalu ia membunuhnya sambil berteriak, ’Inilah bukti yang nyata pertolongan Allah kepada kaum muslimin’.”


Ulasan: Ada sedikit persamaan sifat pribadi saya dengan Hindun secara luarannya. Antaranya seperti:
- fasih dalam berbahasa.
- pemberani
- memiliki kepercayaan diri yang tinggi, kekuatan tekad, dan pandangan yang tajam.
- Memimpin kaum muslimat.
Semua analisis ini melalui pandangan sahabat-sahabat seangkatan yang berada disekeliling. Adalah sangatlah jauh pribadi diri ini dibandingkan dengan Hindun, namun sedikit persamaan diharapkan boleh menjadi motivasi untuk jadi lebih baik masa akan datang.
Ciri-ciri ini juga menjadi satu tekad untuk diimplimentasikan kedalam kehidupan realiti hamba kerdil, srikandimuda yang masih belajar bertatih.salam taaruf, salam juang kepada semua rakan IMMUL..

- M_B-

Dzatun Nithaqain


Sumber: "An-Nisaa' Haula Ar-Rasuul" (diterjemahkan menjadi "Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW") yang disusun oleh Muhammad Ibrahim Salim. Diketik oleh Hanies Ambarsari.


Dia seorang wanita muhajir yang mulia dan tokoh yang besarkarena akal dan kemuliaan jiwa serta kemauannya yang kuat. Asma' dilahirkan tahun 27 sebelum Hijrah. Asma' 10 tahun lebih tua daripada saudaranya seayah, Aisyah, Ummul Mu'minin dan dia adalah saudara se- kandung dari Abdullah bin Abu Bakar.

Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq mendapat gelar Dzatun nithaqain (si empunya dua ikat pinggang), karena dia mengambil ikat pinggangnya, lalu memotongnya menjadi dua. Kemudian, yang satu dia gunakan untuk sufrah (bungkus makanan untuk bekal) Rasulullah SAW, dan yang lain sebagai pembungkus qirbahnya pada waktu malam, ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash- Shiddiq keluar menuju gua.

Penduduk Syam mengolok-olok Ibnu Zubair dengan julukan "Dzaatun nithaqain" ketika mereka memeranginya. Maka Asma' bertanya kepada puteranya itu, Abdullah bin Zubair :"Mereka mengolok-olokkan kamu ?" Abdullah menjawab :"Ya." Maka Asma' berkata :"Demi Allah, dia adalah benar."

Ketika Asma' menghadap Al-Hajjaj, dia berkata: "Bagaimana engkau mengolok-olok Abdullah dengan julukan Dzatun nitha- qain ? Memang, aku mempunyai sepotong ikat pinggang yang harus dipakai oleh orang perempuan dan sepotong ikat pinggang untuk menutupi makanan Rasulullah SAW." Asma' telah lama masuk Islam di Mekkah, sesudah 17 orang dan berbai'at kepada Nabi SAW, serta beriman kepadanya dengan iman yang kuat Pengamalan Islam Asma' yang Baik Pada suatu ketika, datang Qatilah binti Abdul Uzza kepada puterinya, Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, sedangkan Abu Bakar telah menalaknya di zaman jahiliyyah, membawa hadiah-hadiah berupa kismis, samin dan anting-anting. Namun Asma' menolak hadiah tersebut dan tidak mengizinkannya memasuki rumahnya. Kemudian dia memberitahu Aisyah :"Tanyakan kepada Rasulullah SAW ....?" Aisyah menjawab :"Bi- arlah dia memasuki rumahnya dan dia (Asma') boleh menerima hadiahnya."

Tindakan Asma' yang Baik

Abu Bakar r.a. membawa seluruh hartanya yang berjumlah 5.000 atau 6.000 ketika Rasulullah SAW pergi hijrah. Kemudian kakeknya, Abu Quhafah datang kepada Asma' sedangkan dia seorang buta. Abu Quhafah berkata :"Demi Allah, sungguh aku lihat dia telah menyusahkan kalian dengan hartanya, sebagaiamana dia telah menyusahkan kalian dengan dirinya." Maka Asma' berkata kepadanya:"Sekali-kali tidak, wahai, Kakek! Beliau telah meninggalkan kebaikan yang banyak bagi kita."

Kemudian Asma' mengambil batu-batu dan meletakkanya di lubang angin, di mana ayahnya pernah meletakkan uang itu. Kemudian dia menutupinya dengan selembar baju. Setelah itu Asma' memegang tangannya (Abu Quhafah) dan berkata: "Letakkan tangan Anda di atas uang ini." Maka kakeknya mele- takkan tangannya di atasnya dan berkata :"Tidaklah mengapa jika dia tinggalkan ini bagi kalian, maka dia (berarti) telah berbuat baik. Ini sudah cukup bagi kalian."

Sebenarnya Abu Bakar tidak meninggalkan se- suatu pun bagi keluarganya, tetapi Asma' ingin menenangkan hati orang tua itu. Az-Zubair ibnul Awwam menikah dengannya, sementara dia tidak mempunyai harta dan sahaya maupun lainnya, kecuali kuda. Maka Asma' memberi makan kudanya dan mencukupi kebutuhan serta melatihnya. Me- numbuk biji kurma untuk makanan kuda, memberinya air minum dan membuat adonan roti. Suatu ketika Az-Zubair bersikap keras terhadapnya, maka Asma' datang kepada ayahnya dan mengeluhkan hal itu.

Maka sang ayah pun berkata : "Wahai anakku, sabarlah! Sesungguhnya wanita itu apabila bersuami seorang yang sholeh, kemudian suaminya meninggal dunia, sedang isterinya tidak menikah lagi, maka keduanya akan berkumpul di surga." Asma' datang kepada Nabi SAW, lalu bertanya :"Wahai, Rasulullah, aku tidak punya sesuatu di rumahku, kecuali apa yang diberikan oleh Az- Zubair kepadaku. Bolehkah aku memberikan dan menyedekahkan apa yang di- berikan kepadaku olehnya ?"

Maka Nabi SAW menjawab :"Berikanlah (berse- dekahlah) sesuai kemampuanmu dan jangan menahannya agar tidak ditahan pula suatu pemberian terhadapmu." Maka Asma' adalah termasuk seorang wanita dermawan. Dari Abdullah bin Zubair r.a. dia berkata :"Tidaklah kulihat dua orang wanita yang lebih dermawan daripada Aisyah dan Asma'." Kedermawanan mereka berbeda. Adapun Aisyah, sesungguhnya dia suka mengum- pulkan sesuatu, hingga setelah terkumpul padanya, dia pun membagikannya. Sedangkan Asma', maka dia tidak menyimpan sesuatu untuk besoknya. Asma' adalah seorang wanita yang dermawan dan pemurah. Dia tidak menyimpan sesuatu untuk hari esok. Pernah dia menderita sakit, lalu dia bebaskan semua hamba sahayanya.

Asma' ikut dalam Perang Yarmuk bersama suaminya, Az-Zubair, dan menunjukkan keberaniannya yang baik. Dia membawa sebilah belati dalam pasukan Said bin Ash di masa fitnah, lalu diletakkannya di balik lengan bajunya. Kemudian ditanyakan kepadanya :"Apa yang kamu lakukan dengan membawa ini ?" Asma' menjawab :"Jika ada pencuri masuk kepadaku, maka aku tusuk perutnya."

Umar ibnul Khaththab r.a. memberi tunjangan untuk Asma' sebanyak 1000 dirham. Asma' meriwayatkan 58 hadits dari Nabi SAW; dan dalam suatu riwayat dikatakan : bahwa dia meriwayatkan 56 hadits [Al-Kazaruni, "Mathaali'ul Anwaar"]. Telah sepakat antara Bukhari dan Muslim atas 14 hadits. Bukhari meriwayatkan sendiri atas 4 hadits, sedangkan Muslim juga meriwayatkan sebanyak itu pula. [Al-Hafih Al-Maqdisi, Al-Kamaal fii Ma'rifatir Rijaal].

Dalam satu riwayat : Diceritakan bahwa Asma' meri- wayatkan 22 hadits dalam Shahihain. Sedangkan yang disepakati Bukhari dan Muslim 13 hadits. Bukhari meriwayatkan sendiri 5 hadits, sedangkan Muslim meriwayatkan 4 hadits. [Ibnul Jauzi, "Al-Mujtana"]

Asma' Sebagai Penyair dan Pemberani

Asma' adalah wanita penyair dan pemberani yang mempunyai logika dan bayan. Dia berkata mengenai suaminya, Az-Zubair, ketika dibunuh oleh Amru bin Jarmuz Al-Mujasyi'i di Wadi As-Siba' (5 mil dari Basrah) ketika kembali dari Perang Jamal : Ibnu Jarmuz mencurangi seorang pendekar dengan sengaja di waktu perang, sedang dia tidak lari. Hai, Amru, kiranya kamu ingatkan dia tentu kamu mendapati dia bukan seorang yang bodoh, tidak kasar hati dan tangannya semoga ibumu menangisi, karena kamu bunuh seoranng Muslim dan kamu akan terima hukuman pembunuhan yang disengajakan.

Tekad Asma' yang Kuat, Kemuliaan Jiwa dan Keberaniannya

Kata-kata Asma' kepada puteranya menunjukkan kepada kita tentang makna-makna yang luhur itu. Suatu saat puteranya, Abdullah, datang menemui ibunya, Asma' yang buta dan sudah berusia 100 tahun. Dia berkata kepada ibunya :"Wahai, Ibu, bagaimana pendapat Anda mengenai orang yang telah meninggalkan aku, begitu juga keluargaku." Asma' berkata :"Jangan biarkan anak-anak kecil bani Umayyah mempermainkanmu. Hiduplah secara mulia dan matilah secara mulia. Demi Allah, sungguh aku berharap akan terhibur mengenaimu dengan baik."

Kemudian Abdullah keluar dan bertempur hingga ia mati terbunuh. Konon, Al-Hajjaj bersumpah untuk tidak menurunkannya dari tiang kayu hingga ibunya meminta keringanan baginya. Maka tinggallah dia di situ selama satu tahun. Kemudian ibunya lewat di bawahnya dan berkata : "Tidakkah tiba waktunya bagi orang ini untuk turun ?"

Diriwayatkan, bahwa Al-Hajjaj berkata kepada Asma' setelah Abdullah terbunuh :"Bagaimanakah engkau lihat perbuatanku terhadap puteramu ?" Asma' menjawab :"Engkau telah merusak dunianya, namun dia telah merusak akhiratmu." Asma' wafat di Mekkah dalam usia 100 tahun, sedang giginya tetap utuh, tidak ada yang tanggal dan akalnya masih sempurna. [Mashaadirut Tarjamah : Thabaqaat Ibnu Saad, Taarikh Thabari, Al-Ishaabah dan Siirah Ibnu Hisyam]. Penulis buku, Musthafa Luthfi Al-Manfaluthi mencatat dialog yang terjadi antara Asma' dengan Abdullah, dalam sebuah kasidah yang di- anggap sebuah karya seni yang indah.

Dia berkata : Asma' di antara manusia adalah sebaik-baik wanita ia lakukan perbuatan terbaik di saat perpisahan datang kepadanya Ibnu Zubair menyeret baju besi di bawah baju besi berlumur darah Ia berkata : Wahai, Ibu, aku telah payah dengan urusanku antara penawanan yang pahit dan pembunuhan yang keji. Teman-teman dan zaman mengkhianatiku, maka aku tak punya teman selain pedangku kulihat bintangku yang tampak terang telah lenyap dariku dan tidak lagi naik.

Kaumku telah berupaya melindungiku, maka tak ada penolong selain itu jika aku menerimanya. Asma' menjawab dengan kelopak mata yang kering seakan-akan tidak ada tempat sebelumnya bagi air mata. Air mata itu berubah menjadi uap yang naik dari hatinya yang patah. Tidaklah diselamatkan kecuali kehidupan atau ia menjadi tulang-belulang seperti halnya batang pohon kematian di medan perang lebih baik bagimu daripada hidup hina dan tunduk jika orang-orang menelantarkanmu, maka sabar dan tabahlah, karena Allah tidak menelantarkan.

Matilah mulia, sebagaimana engkau hidup mulia dan hiduplah selalu dalam namamu yang mulia dan tinggi tiada di antara hidup dan mati kecuali menyerang di tengah pasukan itu. Kata-kata Asma' kepada puteranya ini akan tetap menjadi cahaya di atas jalan kehidupan yang mulia, yaitu ketika puteranya berkata : "Wahai, Ibu, aku takut jika pasukan Syam membunuhku, mereka akan memotong- motong tubuh dan menyalibku."

Asma' menjawab dengan perkataan yang kukuh seperti gunung, kuat seperti jiwanya, besar seperti imannya, dan perkataan itulah yang menentukan akhir pertempuran : "Hai, Anakku, sesung- guhnya kambing yang sudah disembelih tidaklah merasa sakit bila ia dikuliti." Al-Manfaluthi menyudahi kasidahnya dengan perkataan : Datang berita kematian kepada ibunya, maka ia pun mengeluarkan air matanya yang tertahan. Abdullah gugur sebagai syahid dan unggulan nilai-nilai yang tinggi dari ibu teladan. Kisah ini tercatat dalam lembaran-lembaran yang paling cemerlang dalam sejarah orang-orang yang kekal.

Wallahu a'lam bishowab.


-QN_ML-

Abu Nuiman

• Unta & Abu Nuiman.

Pada suatu ketika terdapat seorang Arab Badwi datang melawat Nabi Muhammad s.a.w. Lalu untanya, di tambatkan pada sebatang tiang di luar masjid. Dalam masa yang sama, sahabat Nabi yang berada di tempat tersebut telah menyeru Abu nuiman menyembelih unta Arab Badwi tersebut.
Kata para sahabat : wahai Abu Nuiman, kamu berani kah ?
Jawab Abu Nuiman :Ya, Apa dia. Saya Berani.
Kata para sahabat : Kau pergi ambil unta tu lalu sembelih lah dia.
Jawab Abu Nuiman : kau jangan cabar aku ya!!! ( lalu pergilah dia menyembelih unta tersebut )
Lalu Abu Nuiman pun menyembelih unta tersebut.siapa kupas kulit, dan di potong kecil-kecil lagi.Tiba-tiba dia rasa pelik, seolah-olah dia sudah dipersenda orang sahabat-sahabat yang lain.Lalu Abu Nuiman pun cari satu lubang berhampiran masjid.Diambilnya, daun pelepah kurma untuk menyembunyikan dirinya.
Setelah arab Badwi habis berbicara dengan Nabi Muhammmad.Dia pun keluar, lalu terperanjat arab badwi tersebut melihat untanya telah siap disembelih.Dia pun menjerit, wahai Rasulullah “ Ada orang bunuh untaku”.
Mendengar suara Arab Badwi tersebut, Nabi pun bergegas keluar masjid.Lalu berkata,
Nabi Muhammad :Siapakah yang melakukan demikian ?
Jawab para sahabat :Kami tidak tahu Ya Rasulullah...( sambil menunjuk ketempat abu Nuiman sedang menyembunyikan dirinya ).
Lalu Nabi Muhammad pun membuka tompokan daun kurma tersebut. Melihat keadaan Abu Nuiman yang berdebu pada ketika itu, Nabi Muhammad pun berasa simpati.Lalu berkata
Nabi Muhammad : Wahai Abu Nuiman, siapakah yang menyeruh engkau berbuat demikian ?
Abu Nuiman : Ya Rasulullah, mereka suruh saya potong. Saya potong lah.Bukan salah saya. Dia orang suruh saya potong saya potong lah.bawa jak unta tu ke rumahnya masak.
Tersenyum Nabi Muhammad mendengar jawapan Abu Nuiman.
Persamaan dengan diri saya.
1. Lurus bendul, rakan-rakan selalu ambil kesempatan atas kebendulan diri saya.
2. Berlagak berani, tapi tidak berani langsung pun.
3. Penjahat, selalu kenakan orang lain.
• Saya bukan Hamba.

Pada suatu ketika. Abu Nuiman, Abu Bakar dan seorang sahabat pergi berniaga. Dalamperjalanan mereka pun berhenti seketika, untuk berehat.Abu Bakar pun pergi berjumpa satu rombongan makanan. Lalu, Abu Nuiman pun berkata.

Abu Nuiman : wahai akhi, Bagi aku makanan yang Abu Bakar Bekalkan.

Jawab sahabat : tidak boleh, nak makan kita mesti tunggu, Abu Bakar.
Abu Nuiman : Abu Bakar Lama lagi, kita makan lah dulu.
Jawab sahabt : tidak boleh, kita mesti tunggu Abu Bakar dulu baru kita boleh makan.
Abu Nuiman : Dia ni nak kena dengan saya ni.
Mendengar jawapan sahabat tersebut, Abu Nuiman menjadi marah. Lalu dia pun pergi ke pasar lalu berteriak.
Abu Nuiman : Tuan-tuan siapa yang mahu membeli kadamku, Harganya murah sahaja.
Orang Pasar : boleh juga, kebetulan saya memerlukan banyak tenaga.Mana dia ?
Abu Nuiman : Ada Di sana, tapi dia ni susah sikit. Dia ni tidak mahu mengaku menjadi kadamku.mulutnya juga suka menjawab dan melawanku.
Orang Pasar : o..itu tidak apa, nanti saya suruh orang pergi ambil dia.
Orang pun datang ketempat sahabat tersebut, lalu mengambilnya secara tiba-tiba.sahabat pun bertanya, kenapa kamu melakukan hal demikian.Jawab orang suruhan, Abu Nuiman telahpun menjual kamu.saya bukan kadam dia la ? eh..diam kamu.betullah apa kata Abu nuiman.kamu memang selalu melawan kata-katanya.
Sebentar kemudian, Abu Bakar pun datang.Lalu berkata, Mana sahabat kita ?
Abu Nuiman : Saya Sudah menjualnya.
Abu bakar : apasal ko jual.
Abu Nuiman : peloke sangat, itu pasal aku jual dia.
Akhirnya Abu Bakar pun pergi membeli semula sahabat tersebut.
Persamaan dengan diri saya.
1. Dalam banyak keadaan, tapi tidak selalu.Jika lapar saya akan makan terlebih dahulu, sedangkan masih ada lagi rakan-rakan yang belum makan.
2. Kurang menghargai rakan-rakan yang lain.


- HH-